Wasiat Allah Untuk Umat Manusia

Wasiat Allah untuk Umat Manusia

“Takwa merupakan  wasiat Allah  untuk umat  Nabi Muhammad saw.,  dan juga  untuk umat-umat  terdahulu.”
(Syekh Ali Jaber)

Para khatib senantiasa mengingatkan  untuk bertakwa pada  setiap  khotbah Jumat.  Dan harus  kita  pahami, takwa  itu   bukanlah  wasiat  para   khatib,   takwa  itu bukanlah wasiat  para  ulama, takwa  itu bukanlah  wasiat para waliyullah, tapi takwa itu adalah wasiat Allah Subhana Wata’ala. 

Takwa  itu  wasiat Allah  kepada  para  manusia,  takwa itu  wasiat Allah  kepada  para nabi  dan rasul,  takwa itu  wasiat Allah kepada  seluruh yang  diperintakan  Allah  Swt., dari  kelompok orang-orang beriman. Sebagaimana Allah Subhana Wata’ala., berfirman:  

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah …”
(QS.Ali Imran [3]:102)
. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu …”
(QS.  An-Nisa [4]:  1).
“Hai  Nabi (Muhammad), bertakwalah kepada Allah ..”
(QS. Al-Ahzab [33]: 1).
Dan Rasulullah  Sallallahu Alaihi  Wasallam bersabda,  “Bertakwalah kepada Allah  di mana saja kam berada.”
 (HR. Tirmidzi)

Ingatlah! Takwa itu bukan di masjid, takwa itu bukan di tempat-tempat tertentu. Tapi takwa  itu adalah kita senan   asa merasa diawasi oleh Allah Subhana Wata’ala. Karena  Allah senantiasa Maha Mendengar lagi  Maha Melihat, sehingga kita  selalu bisa menjaga  ketakwaan kita zahir maupun batin. Dan inti dari kesemuanya itu adalah kita  senantiasa  menjalankan  perintah Allah  dan menjauhi segala larangan-Nya. 

"ittaqullah"

Orang-orang  saleh terdahulu, saat  mendengar kata,  “Ittaqullâh” bergetar  hati mereka. Saat  mendengar kata  “Ittaqullâh” mereka pun menangis.  Saat mendengar kata, “Ittaqullâh”  mereka pun merasa takut kepada  Allah. Apakah kita bisa menjadi seperti mereka?

Hal itulah  yang Allah gambarkan  di dalam Al-Qur’an  surah Al-Anfal ayat 2–4:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman  ialah mereka yang bila disebut nama Allah,  gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya), dan  hanya kepada Tuhanlah  mereka bertawakal.  (Yaitu) orang-orang  yang mendirikan  shalat dan  yang  menafkahkan sebagian dari rezeki yang  Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.”

Dalam  ayat  di  atas,  Allah  Subhana Wata’ala.,  menggambarkan sifat  orang mukmin yang  sempurna imannya. Kalau  Anda berharap  menjadi seorang  mukmin yang luar  biasa, dengan  disertai dengan keimanan yang sempurna. Maka pelajarilah 5  sifat orang mukmin yang beriman dengan sebenar-benarnya di dalam surah Al-Anfal ayat 2, 3, dan 4:

Pertama: Ketika mendengar kata “Ittaqullâh” bergetarlah hatinya

Dengan adanya kata “beriman dengan sebenar-benarnya”, berarti masih ada iman yang belum sempurna, belum sesuai, dan belum sebenar-benarnya. Tapi Allah di sini menjelaskan, orang mukmin yang beriman dengan sebenar-benarnya, adalah orang yang ketika mendengar kata “Ittaqullâh”, maka bergetarlah hatinya.

Coba,  kita tanya  diri kita?  Walaupun  kata “Ittaqullâh”  dalam bahasa  Arab,  tapi  semua  masyarakat  Indoneisa  sudah  hafal kata “Ittaqullâh”, jadi tidak perlu lagi diterjemahkan. Saat mendengar kata  “Ittaqullâh”, kita  pasti sudah  paham artinya, tapi satu  hal yang  perlu  kita pelajari  adalah;  bagaimana hati kita bisa bergetar ketika mendengar kata “Ittaqullâh” tersebut. Dan bagaimana kata tersebut dapat menimbulkan  rasa malu ketika kita mendengarnya. Lalu, saat khotib naik mimbar dan berkata “Ittaqullâh”, maka kita pun merasa bahwa orang  yang diperintahkan untuk melakukan itu adalah “saya”.

Oleh karena itu, mari kita berjuang mempelajari takwa yang  sebenar-benarnya, agar  saat kita  diingatkan dengan kata  “Ittaqilulâh”, maka  bergetarlah hati kita, lalu muncullah  rasa malu dan takut terhadap kekurangikhlasan dalam beribadah kepada Allah.

Kedua: Mereka senantiasa bertambah imannya ketika mendengar kalam Allah

Berapa kali  kita membaca  Kitabullah? Berapa  hari kita  lewatkan tidak melihat Kitabullah? Sementara dosa mata kita cukup banyak. Oleh karena itu,  usahakanlah untuk melihat Al-Qur’an
sebanyak-banyaknya, supaya kita  mendapatkan ampunan atas dosa mata kita. Maka, janganlah melewatkan satu hari pun untuk tidak membaca Al-Qur’an!

Saya sudah banyak bercerita, tentang bagaimana kepedulian seseorang dan begitu semangatnya ia untuk mempelajari Al-Qur’an. Padahal  ia memiliki  banyak  kekurangan  secara fisik.  Namun, jangan salah! Di  antara orang-orang yang  mengkhatamkan Al-Qur’an berkali-kali dalam satu bulan, terdapat orang yang buta matanya, tapi terang hatinya. Sementara pada zaman sekarang, masih banyak orang yang sehat matanya, tapi buta hatinya.

Kapankah kita bisa merasa bertambah iman saat kita membaca Kitabullah? Kapankah  kita bisa  menangis saat mendegar  Kitabullah? Kapan saatnya kita menjauhkan diri dari dosa, maksiat, hawa nafsu supaya bisa menikmati Kitabullah?

Padahal, Al-Qur’an adalah segalanya bagi umat Islam. Al-Qur’an adalah kunci kebahagiaan. Al-Qur’an adalah kunci murah rezeki. Al-Qur’an dapat menyehatkan kita. Al-Qur’an adalah makan pagi, siang,  dan malam  hari kita. Dan  Al-Qur’an adalah  untuk dunia dan  akhirat kita. Orang-orang yang  senantiasa  menghabiskan  waktu bersama  Al-Qur’an,  terjamin  akan  husnul khatimah. Karena,  doa meminta husnul khatimah tidaklah cukup, kalau kita tidak mampu menghabiskan banyak  waktu kita bersama Al-Qur’an.

Kita seharusnya malu sebagai umat nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam., yang mana telah diberikan Al-Qur’an yang menjadi pedoman hidup. Ayat pertama yang diturunkan oleh Allah Subhana Wata’ala., berbunyi, ‘iqra’!, “Bacalah!”. Lalu, apa yang  kita baca? Yang kita baca adalah  Al-Qur’an itu sendiri.

Perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad adalah ‘bacalah!’. Namun, ternyata  umat Islam sekarang banyak  yang buta huruf, sehingga tidak  bisa membaca Qur’an,  apalagi menghafalnya. Padahal pada  zaman dahulu, banyak  orang-orang yang menghafalkan Al-Qur’an dengan tidak kenal usia, dan semua itu telah menjadi sebuah kebiasaan masyarakat pada zaman itu.

Namun sekarang? Ketika kita mendengar seorang penghafal Al-Qur’an dengan usia masih sangat belia, kita menganggapnya sebagai sebuah mukjizat dan keistimewaan yang luar biasa.  Seolah-olah Al-Qur’an hanya untuk orang-orang tertentu, sehingga kita pun menganggap bahwa; kita tidak bisa menjadi penghafal Al-Qur’an dikarenakan oleh dosa maksiat kita.

Di dalam  hati kita, tidak akan bisa  bermukim cinta  dunia dan cinta  Al-Qur’an  sekaligus.  Cinta  dunia  adalah  amalan  setan, sementara cinta Al-Qur’an  adalah untuk Allah, keduanya tidak
bisa bersatu  dalam satu hati. Berarti menghafal Al-Qur’an bukanlah  karunia, karena  salah  satu karunia  untuk  kita adalah, ”Allah telah  memudahkan  Al-Qur’an.” Dan yang tersisa adalah usaha kita apa? “Apakah ada yang mau belajar?”  Mana? Maaf, Ya Allah tidak ada.  Orang-orang terdahulu ada,  namun orang-orang sekarang sudah tidak ada?

Imam Syafii Rahimahullah, yang kita ikuti mazhabnya, yang kita harapkan mengikuti akhlaknya. Dalam bulan  Ramadhan dapat mengkhatamkan  Al-Qur’an  sampai  60 kali,  berar    dalam  1 hari 2  kali beliau mengkhatamkan  Al-Qur’an. Sementara  kita? Seumur hidup  mungkin hanya 1 kali,  itu pun untuk acara syukuran. Lâ haula walâ quwwata illâ billâh.

Perlu sama-sama kita perbaiki. Kalau kita ingin kehidupan kita lebih bahagia dan Allah mengaruniakan rahmat kepada kita.  Mari kita kembali  kepada Al-Qur’an!  Itulah kebahagiaan dan  keselamatan kita di dunia dan di akhirat. Kalau kita  selalu bersama Al-Qur’an, berarti Allah akan selalu bersama kita. Kalau Allah selalu bersama kita, semuanya pasti beres, baik dunia dan akhirat.

Anda ingin  mendapatkan ridha  Allah? Cobalah  perhatikan Al-Qur’an,  di  situlah  biodata Allah  Subhana Wata’ala.  Silakan  berikan  waktu, berikan perhatian, dan berikan rasa  dalam mengamalkannya! Jadikanlah Al-Qur’an yang utama dalam hari-hari kita, barulah Allah akan menjadikan kita yang utama sebagai hamba-hambaNya.

Ketiga: Mereka senantiasa bertawakal kepada Allah

Dalam segala ikhtiar,kita senantiasa menggantungkan tawakal. Tapi, sebelum tawakal itu pasti ada ‘azzam’. “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad (azzam), maka bertawakallah kepada Allah.” (QS. Ali Imran [3]: 159). 

Dalam segala sesuatu itu haruslah ada ikhtiar. Tidak boleh kita bertawakal kepada  Allah (menggantungkan diri pada Allah) tapi tidak ada usaha sama sekali. Ingat, Allah tidak menurunkan hujan emas dari langit!  Oleh karena  itu, saat kita berikhtiar, beribadah, berdoa, menghafal Al-Qur’an, yakinkan hari kita ini dengan tawakal. Para ulama berkata, “Tawakal kalbu itu adalah salah satu yang perlu kita perbaiki, dan bukan hanya  memperbaiki tawakal lahir saja.”

Pada saat kita berikhtiar dan berusaha, yakinkan di dalam kalbu kita, “Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Semua atas  izin Allah dan semua berada di tangan Allah. ”Itulah hakikat dari kalimat, “Hanyalah kepada-Mu kami menyembah, ‘tapi kami tidak bisa menyempurnakan ibadah tanpa pertolonganmu’. Oleh karena itu, hanya kepadaMu-lah kami memohon pertolongan.”

Keempat: Senantiasa mendirikan shalat

Kita perlu benar-benar menjaga shalat kita lebih baik, dan lebih maksimal lagi. Kita harus selalu berharap agar shalat  kita menjadi  pintu yang menyelesaikan setiap masalah  kita. Di mana
saat kita mengambil  air wudhu, lalu  shalat, setelah selesai salam, maka selesai pulalah masalah kita. 

Sebagaimana orang-orang saleh terdahulu, di mana shalat mereka dapat menyelesaikan semua masalah mereka sendiri. Dan di samping  itu semua, mereka pun mendapatkan shalat yang bisa memimpin mereka untuk mencegah mereka dari perbuatan keji dan mungkar.

Kelima: Menyedekahkan sebagian rezekinya di jalan Allah

Saya beri satu amalan rahasia dalam hal sedekah. Selalu kita temukan di dalam Al-Qur’an, setelah  perintah melaksanakan shalat, pasti ada perintah untuk melakukan zakat atau sedekah,  (QS.Al-Baqarah [2]: 3), (QS. Al-Anfal [8]: 3), (QS. An-Naml [27]: 3). 

Di sinilah Allah selalu mengikatkan ibadah yang bernama shalat dengan zakat  dan sedekah. Saya pun mendapatkan satu pelajaran dalam hal ini, yaitu; terdapat dua cara untuk bisa  melaksanakan amalan shalat, zakat dan sedekah secara bersamaan:

Pertama,  setiap Anda  shalat di masjid  mana  pun, serahkan sedekahnya. Dalam satu hari Anda bisa  bersedekah lima kali berapa pun nilainya, itu terserah Anda, yang terpenting adalah niat ikhlas kita.

Kedua, kita bersedekah di dalam sebuah kotak di dalam rumah kita di setiap selesai shalat,  dan selama satu bulan. Tanamkan cinta sedekah kepada istri,  anak, dan cucu kita. Sehingga  seluruh isi rumah terbiasa mengikatkan shalat dengan sedekah. Setelah terkumpul satu bulan, kita serahkan  uang sedekah tersebut ke orang yang tepercaya dalam menyalurkan sedekah bagi kemaslahatan umat.

InsyaAllah dalam hal ini, rahasia rezeki dan karunia Allah ada di  situ. Silakan Anda coba! Keinginan kita akan terkabul karenanya. Dan hal tersebut,  tidak saya dapatkan  hanya dari Al-Qur’an, namun saya pun mempraktekkannya sendiri. Alhamdulillah, saya mendapatkan banyak rahasia, apalagi masalah yang menyangkut penyakit  batin kita, baik itu masalah  kalbu, ketenangan, dan lain sebagainya. 

Mudah-mudahan kita senantiasa mampu mengamalkan semua itu, agar kita  senantiasa  mendapatkan amalan-amalan yang bisa membawa kita kepada kebahagiaan di  dunia dan di akhirat. Dan  kita pun mampu menjadi orang yang berguna. Tidak hanya berguna bagi  diri kita sendiri, namun juga bisa berguna bagi orang lain, baik dalam hal ilmu, dakwah, dan lain-lain.

“sesungguhnya harta-harta itu hijau dan manis. Sebaik-baik harta kepunyaan seorang muslim ialah yang diberikan kepada orang miskin, anak yatim, dan ibnu sabil (orang yang sedang perjalanan)”
(HR.Bukhari & Muslim)



Sumber : Cahaya Dari Madinah 
Penulis : Syekh Ali Jaber


Comments

Popular posts from this blog

AL-QUR’AN DAN PERNIAGAAN YANG TIDAK MERUGI

TIGA KEADAAN YANG MENUNTUT KESABARAN

DZIKIR, RINGAN DI LISAN, DICINTAI ALLAH AR-RAHMAN