SISI LAIN DALAM AMALAN BID'AH YANG SERING DILUPAKAN


SISI LAIN DALAM AMALAN BID'AH YANG SERING DILUPAKAN

"Itu kan kebaikan, kenapa dilarang?"

Inilah sanggahan yang sering kita dengar dari sebagian orang yang terjatuh dalam amalan bid'ah saat diingatkan. Sungguh, perkataan ini merupakan tanda kurang-tahunya dia tentang bid'ah. Jika dia mengetahui hal-hal berikut, tentu ucapan itu tidak akan terlontar darinya.

1. Ranah bid'ah adalah ibadah

Sehingga tidak mungkin terlihat sebagai keburukan. Semua bid'ah tentunya terlihat baik, karena berupa ibadah yang dibuat-buat dan dimodivikasi sehingga terlihat mulia dan sangat pas.

2. Bid'ah bukan sekedar amalan yang tidak diterima

Tapi, dia merupakan dosa yang harus ditinggalkan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: 

"Jauhilah hal-hal yang baru (dalam agama), karena semua perkara yang baru (dalam agama) adalah bid'ah, dan semua bid'ah adalah kesesatan" [HR. Abu Dawud:4607 dan yang lainnya, shahih].

3. Ketika bid'ah sudah biasa dilakukan

Maka sunnah Nabi Muhammad Sallallahu ''Alaihi Wasallam akan dilihat sebagai sebuah kekurangan, bahkan suatu kemungkaran. Diantara contohnya, adalah bersalam-salaman setelah shalat fardhu. Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam dahulu tidak pernah bersalam-salaman setelah salam dari shalat fardhu. Ini menunjukkan bahwa diantara sunnah nabi adalah tidak bersalam-salaman setelah shalat fardhu. Nah, ketika bid'ah bersalam-salaman setelah shalat ini menjadi kebiasaan di suatu tempat, maka meninggalkannya akan dianggap suatu kekurangan, bahkan suatu kemungkaran. Padahal dahulu Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam meninggalkan hal itu dan tidak melakukannya. 

Pantaskah kita katakan bahwa amaliah Nabi itu kurang, atau bahkan suatu kemungkaran? Ulama besar dari madzhab Syafi'i, Al-Izz bin Abdussalam telah menegaskan: 

"Bersalam-salaman setelah shalat subuh dan shalat ashar termasuk amalan bid’ah. Dahulu Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam setelah shalat; membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dan beristighfar tiga kali, kemudian beliau pergi. Dan semua kebaikan ada dalam tindakan mengikuti Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. (Oleh karenanya) Imam Syafi'i menganjurkan kepada imam untuk pergi setelah salamnya" [Al-Fatawa, karya: Al-Izz bin Abdussalam, hal: 46-47].

Tidak bisa dipungkiri, bahwa orang yang sudah terbiasa bersalam-salaman setelah shalat fardhu, kemudian dia tidak melakukannya atau melihat orang lain tidak melakukannya, tentu dia merasa kurang afdhol, padahal justru itulah sunnah Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam.

Pantaskah sunnah Nabi dianggap kurang afdhol? Atau pantaskah ajaran beliau dirasa ada yang kurang? Saudaraku kaum muslimin, cobalah perhatikan amalan-amalan bid'ah lainnya yang ada di sekitar Anda, tentu Anda akan mendapati kenyataan di atas. 

Jika tidak percaya, silahkan dibuktikan.


Oleh: DR. Musyaffa’ Ad Dariny Lc, MA hafizhahullah

Comments

Popular posts from this blog

AL-QUR’AN DAN PERNIAGAAN YANG TIDAK MERUGI

TIGA KEADAAN YANG MENUNTUT KESABARAN

DZIKIR, RINGAN DI LISAN, DICINTAI ALLAH AR-RAHMAN