NASEHAT EMAS IBNU TAIMIYYAH DALAM MASALAH MENIMBANG KEBENARAN

NASEHAT EMAS IBNU TAIMIYYAH DALAM MASALAH MENIMBANG KEBENARAN

Berkata Ibnu Taimiyyah Rahimahullah:

"Kebanyakan manusia menimbang perkataan (benar tidaknya) dengan melihat tokoh idola yang mengucapkannya, bila dia berkeyakinan bahwa seseorang itu adalah orang yang dimuliakan/diidolakan, segera dia menerima ucapan-ucapannya walau perkataan idolanya itu bathil menyelisihi Quran dan Sunnah. Lebih dari itu, ia tak mau mendengarkan perkataan yang menyanggah ucapan tokoh yang diidolakannya itu walau sang pembantahnya membawakan Quran dan Sunnah. Dia telah menjadikan tokoh idolanya itu seakan-akan ma'shum (terpelihara dari dosa dan kesalahan). Sebaliknya, bila dia berkeyakinan bahwa seseorang itu bukan tokoh yang diagungkan/dimuliakan (bukan idola), maka ia akan menolak perkataan tokoh bukan idolanya itu walau sebenarnya yang dikatakan tokoh bukan idolanya itu adalah benar. Jadi dia menjadikan orang yang mengucapkan sebagai sebab diterima dan ditolaknya sebuah perkataan, tanpa menimbangnya dengan Al Quran dan as-Sunnah." (Kitab Jaami’ul Masaa’iil, karya Ibnu Taimiyyah rahimahullah II:463).

Demi Allah, alangkah benarnya perkataan beliau tersebut. Seakan-akan perkataan beliau itu baru ditujukan di zaman kita ini. Betapa tidak, Ketika sekelas kita memberikan koreksi pada tokoh-tokoh yang telah menjadi Ustadz nasional, apalagi yang sedang naik daun dan sedang booming, walau kesalahannya itu amat jelas, maka walau kita lengkapi dengan data-data akurat dari Al Quran, As-Sunnah, dan banyak perkataan para Salaf, tetap perkataan kita dicurigai, dilecehkan, bahkan dikatakan “Apa artinya posisi kamu dibanding dia/mereka“. atau “Kamu hanya cari perhatian agar bisa dikenal“ atau “Kamu ingin mendompleng popularitas saja“ atau “Jangan berburuk sangka dengan orang yang telah berilmu tinggi semacam dia, mestinya kamu tabayyun dulu“ dan lain sebagainya. Allahul Musta’aan.

Al Quran, As-Sunnah As-Shahihah, dan puluhan bahkan ratusan perkataan Salaf pun sudah tidak lagi dipedulikan jika yang dikoreksi adalah Ustadz favoritnya.

Demikian cara kita beragama?
Kita marah jika Ustadz kita dikoreksi, tapi kita seakan tak marah saat hadits-hadits shahih ditabrak begitu saja.

Bahkan kita berupaya mati-matian menakwilkan ayat Quran maupun hadits agar sesuai dengan pemahaman guru kita, sekalipun ayat Quran maupun hadits itu tegas menunjukkan kebathilan atau kesalahan pemahaman guru favorit kita. Seakan Ustadz favorit kita adalah sosok yang ma'shum. Allaahul musta’aan

Comments

Popular posts from this blog

AL-QUR’AN DAN PERNIAGAAN YANG TIDAK MERUGI

TIGA KEADAAN YANG MENUNTUT KESABARAN

DZIKIR, RINGAN DI LISAN, DICINTAI ALLAH AR-RAHMAN