HUKUM GELAR HAJI ATAU HAJJAH

HUKUM GELAR HAJI ATAU HAJJAH

Telah sampai pada ana pertayaan seorang ikhwan atas masalah ini. Maka berikut ringkasan jawabannya.

Tak diragukan, keikhlasan merupakan hal paling penting dalam segala urusan ibadah, di samping keharusan mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ana tak perlu sebutkan lagi dalilnya karena insya Allah dalam masalah ini kita semua telah tahu.

Intinya, siapa yang ibadahnya ikhlas tapi tak mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amalannya bertolak dan jatuhlah pada bid'ah. Sebaliknya walaupun amalannya sesuai dengan sunnah namun tak ikhlas karena Allah, maka juga sia-sia. Apa lagi sudah bid'ah tidak ikhlas lagi.

Maka ikhlas dan mencocoki sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan paket tak terpisahkan syarat diterimanya ibadah.

Jika telah difahami prinsip di atas, maka tak diragukan, penggelaran Haji atau Hajjah sangat membuka peluang riya’ dan jauhnya keikhlasan. Na’am, Allah memang menyebut orang yang sedang melaksanakan proses Haji dengan Al Haajj. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman Haji (Al Haajj) dan mengurus Masjidil Haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah?..”  (QS. At Taubah: 19).

Tetapi penyebutan itu hanya ditujukan kepada kelompok yang sedang dalam pelaksanaan ibadah Haji, dan bukan orang yang telah selesai Haji dipanggil Haji. Perhatikan penjelasan Dr. Bakr Abu Zaid hafidzhahullah saat menjelaskan ayat di atas: 

"Kata Haji pada ayat tersebut maknanya adalah sekumpulan orang yang sedang melaksanakan proses ibadah Haji. Adapun realita saat ini di mana kata Haji dijadikan gelar yang disematkan pada setiap orang yang telah selesai melaksanakan ibadah Haji, maka hal ini tidak dikenal digenerasi terbaik ummat ini". (Mu’jam al Manaahi al Lafzhiyyah hal. 219).

Syaikh Al Albani rahimahullah bahkan mengatakan: 

"Menggelari Haji bagi orang yang telah berhaji adalah bid'ah". (Hujjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal. 135).

Walau begitu, ada pula sebagian Ulama yang membolehkannya, seperti pendapat Imam Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ VIII:281. Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah pernah di tanya: 

Di mayoritas negara-negara Islam setelah kepulangan jamaah Haji dari Tanah Suci setelah menunaikan ibadah haji, orang yang telah menunaikannya langsung digelari "Haji" dan gelar tersebut selalu digunakan, bagaimana hukum hal tersebut ?

Beliau menjawab: 

"Ini merupakan kesalahan, karena padanya terdapat bentuk riya, jadi tidak boleh menjadikannya sebagai gelar dan tidak sepantasnya orang lain memanggil dengannya, karena dahulu di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam orang-orang tidak pernah mengatakan kepada orang yang selesai berhaji, "Anda Haji". (Majmu Fatawa wa Rasail: 24/204)

Oleh :Ustadz Berik Said hafidzhahullah 

Comments

Popular posts from this blog

AL-QUR’AN DAN PERNIAGAAN YANG TIDAK MERUGI

TIGA KEADAAN YANG MENUNTUT KESABARAN

DZIKIR, RINGAN DI LISAN, DICINTAI ALLAH AR-RAHMAN